Jumat, 24 Juni 2011

Ku Nanti Kau Dengan Nama Allah

Perempuan perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk
perempuan-perempuan yang baik pula. Mereka itu bersih dari
apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan
dan rezeki yang mulia (Surga). ( Q.S. An-Nur : 26 )

Pagi yang dingin membuatku enggan untuk membuka mata dan meninggalkan enaknya tidur di hari minggu ini, apalagi ketika kuingat akan seabrek kegiatan yang akan kulakukan pada hari ini yang membuatku semakin malas saja.
Pagi ini aku berniat untuk menghadiri resepsi pernikahan mbak Nurna yang merupakan kakak sepupuku. Baju untuk menghadiri pesta sudah aku persiapkan sejak beberapa hari yang lalu, jadi pagi ini aku tinggal memakainya saja. Setelah aku selesai berdandan, kulihat gambar diriku di cermin, subhanallah… ternyata aku cantik juga apalagi dengan jilbab putih yang menutup auratku. Maklum saja, biasanya aku tidak pernah memakai jilbab dalam keseharianku, tapi kini diriku berbusana muslimah yang membuatku semakin anggun saja. Ternyata Allah memerintahkan hambanya untuk berjilbab bukan semata-mata untuk kesia-siaan belaka tetapi juga mempunyai maksud yang baik, selain untuk melindungi aurat, menjadi identitas muslimah dan juga agar para wanita terlihat lebih anggun tanpa harus mengumbar aurat.
Aku berangkat ke rumah mbak Nurna bersama keluarga besarku. Sampai disana kami disambut ramah oleh pakdhe dan budhe Permana atau orang tua dari mbak Nurna. Tamu-tamu yang lain pun sudah mulai berdatangan pula. Aku duduk melamun sambil membayangkan seandainya diriku yang menjadi pengantinnya, betapa bahagianya. Sedang asyiknya aku melamun, tak sengaja aku melihat seorang ikhwan yang melintas di depanku, subhanallah... ikhwan itu begitu mempesona, terlihat sholeh, bajunya rapi, tingkah lakunya sopan, dari cara duduknya saja ia terlihat berwibawa, astagfirullah hal adzim... Ya Allah ampuni aku yang tak bisa menjaga mata ini darinya.
Aku penasaran tentang ikhwan itu, dan setelah aku pikir-pikir ternyata dia adalah Arzha, temanku ketika aku duduk di bangku SD. Ya Allah, sekarang dia sungguh berbeda. Sejak kulihat dia, kurasakan jantungku mulai berdebar aneh, aku jadi tidak konsen dengan acara pernikahannya mbak Nurna. Di otakku hanya ada dia dan kurasakan juga bahwa ada suatu kekuatan yang merasuk ke dalam kalbuku, aku tertarik dengan Arzha dan aku ingin seperti dia.
Nilai positif yang bisa aku tangkap dari dia, wajahnya yang teduh, tenang, penuh kedamaian. Sepertinya ia adalah manusia yang tanpa masalah, selain itu ia juga terlihat intelek dan pandai berbahasa Inggris. Semua itu memotivasi aku untuk menjadi orang yang seperti dia walaupun aku tidak tahu bagaimanakah caranya. Tetapi aku akan mencoba, mungkin itulah yang dinamakan The Power Of Love, dan akupun telah menyadari bahwa aku jatuh cinta padanya. Mungkin tepatnya cinta lama bersemi kembali karena ketika aku dan dia sama-sama duduk di bangku SD, aku pernah menaruh hati padanya.
Setelah kejadian hari itu, hari-hariku berlalu dengan warna-warni perasaan cinta. Aku benar-benar terkena syndrome merah jambu. Baru kali ini aku mengalami perasaan seperti ini, tapi justru perasaan inilah yang mengispirasikanku untuk mengetahui kenapa Arzha bisa terlihat seperti itu. Aku pun berusaha untuk mencari tahu. Banyak sumber yang aku gunakan untuk mencari rahasia itu mulai dari buku-buku islami, siaran TV religi, teman-teman yang sholeh bahkan sampai guru-guruku.
***
Kelas kosong, guru yang seharusnya mengajar matematika tidak kunjung datang. Aku semakin bosan berada di dalam kelas ini, udara terasa panas. Aku pun segera keluar mencari udara segar. Kebetulan aku bertemu dengan bapak Awan, guru B. Inggrisku, kemudian kami pun bercakap-cakap di koridor sekolah. Obrolan kami dimulai dengan pertanyaanku, bagaimana agar bisa pandai berbahasa Inggris.
”Caranya ya dengan belajar dan berlatih, because English is habit, you will be a master of english if you speak everytime and everywhere” jelas pak Awan
“Tapi kan pak, itu sulit banget, apa aku bisa?”
“Asma, kamu kan belum mencobanya kok sudah bilang begitu ? ”
”Saya kan termasuk orang yang bisa mengerti potensi diri saya sendiri pak, jadi kalau saya pikir saya tidak bisa, ya saya tidak bisa ” jelasku berdeklamasi.
Hingga akhirnya obrolan kami menjurus mengenai cinta. ”Oya Pak, saya mau nanya soal lain nih, kira–kira orang seperti saya ini pantas nggak ya pak naksir sama orang yang ada di atas saya?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
”Pantas-pantas saja, emangnya ada apa?”
”Ya karena orang yang saya suka itu orangnya high class pak, dia pandai, sholeh, intelek, berwibawa, pandai berbahasa Inggris, sedangkan saya? Wah perbedaannya jauh banget” jelasku
”Asma, dimata Allah semua manusia itu sama, yang membedakan adalah iman dan taqwanya ”
”Tapi kan pak... tetap saja dia ada di atas saya jauh, apa bisa saya mendapatkannya?”
”Why not?, Nothing is imposible in the world, kalau Allah sudah berkehendak tinggal Kun fayakun aja kok. Tidak ada hal yang sulit bagi Allah, jangankan hanya menjodohkan kalian berdua, menciptakan langit dan bumi saja bisa Allah lakukan dengan sangat mudahnya “ jawab pak Awan.
“Lalu caranya gimana pak? Dia kan kayaknya sholeh banget, sedangkan aku?” kataku yang mulai ngeyel, butuh keyakinan.
”Makanya kamu juga harus jadi wanita yang sholehah dong, ingat firman Allah dalam QS. An-Nur : 26 yang intinya perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula. Jadi kamu sudah ngerti kan apa yang mesti kamu lakukan?” jelas pak Awan berceramah.
”Wah gimana ya pak, kok kayaknya saya masih ragu, banyak hal yang membuatku minder dengannya, soalnya kan dia dari keluarga terhormat, intelek, ganteng, sholeh lagi. Pasti hidupnya bahagia banget, berbeda denganku”
”Asma, bapak kasih tahu ya, Orang yang paling bahagia di dalam hidupnya bukanlah orang yang body facenya oke, materinya banyak, IQnya tinggi, tetapi orang yang paling bahagia di dalam hidupnya adalah orang yang paling pandai dalam mensikapi hidupnya”.
”Gitu ya? terus, pensikapan hidup yang terbaik itu yang bagaimana pak?”.
”Double S, sabar dan syukur ”
”Kok susah ya pak? Terus biar bisa sabar dan syukur gimana pak?”.
”Ikhlas... dengan ikhlas kamu akan bisa bersabar dan bersyukur”.
”He he he..., kok kayaknya masih susah juga ya pak”
”Emang susah, kalau nggak susah mana mungkin ada orang jahat dan orang gila, kalau begitu nanti RSJ dan penjara sepi dong, terus kalau dokter jiwa dan polisinya jadi pengangguran gimana?” jawab Pak Awan dengan gurauannya.
” Hihihi bapak bisa aja, makasih ya pak untuk nasehatnya”
” Iya sama-sama, bapak senang bisa bantu kamu, buruan masuk kelas sana, ntar di cari guru yang mau ngajar jam berikutnya lho”
Pak Awan memang guru yang sangat baik, beliau banyak di segani oleh murid-muridnya, karena beliau guru teladan, bijaksana, pandai dalam mengajar dan bersahabat dengan para siswa.
***
Aku tidak menyangka aku bisa jatuh hati pada Arzha, bahkan ketika kuingat ketika kami di SD dulu, tidak pernah terbesit dalam pikiranku kalau masa remajaku, aku akan jatuh cinta pada teman SDku sendiri yaitu Arzha, orang yang paling akrab denganku ketika SD. Kuingat masa-masa ketika aku dan Arzha belajar bersama, bermain bersama. Dari kebersamaan itu kami bagaikan bunga dan mahkota, yang akan hancur jika dipisahkan. Kebersamaan kami pun sering mengundang iri teman-teman karena kebersamaan kami selalu diliputi canda tawa yang menggembirakan.
Berbeda dengan saat ini, keadaan yang seperti dulu hanya tinggal kenangan. Aku dan Arzha kini telah jauh, tidak cuma fisik kita yang jauh tapi juga hati kita pun sepertinya juga jauh. Rasa persahabatan yang dulu ada kini nggak tahu entah kemana. Hal itu disebabkan karena kita tidak pernah bertemu lagi semenjak kita lulus SD, selain itu dulu sebelum berpisah kami berdua juga pernah saling berbuat salah tanpa ada penjelasan sehingga menyebabkan adanya kesalahpahaman diantara kami.
Ironisnya, sekarang aku mencintainya dalam kesalahpahaman itu, sebenarnya aku ingin menyelesaikan kesalahpahaman itu, tapi aku nggak mampu. Dia sekarang begitu jauh sehingga aku hanya bisa mengaguminya dari jauh pula. Aku bingung dengan perasaan cintaku padanya, apakah aku begitu nekat? Tapi tak taulah. Yang pasti perasaan ini datangnya dari Allah karena cinta ini telah membuatku berubah. Aku bersyukur sekali bahwa Allah menyadarkanku lewat nikmat bukannya lewat azab seperti yang biasa aku lihat di tayangan TV religi.
Kini kujalani hari-hariku dengan sepi dan penantian yang tak pasti, ingin sekali aku bertemu dengan Arzha, melihat wajahnya, bercengkrama dengannya seperti dulu, tapi ku tak bisa, keadaanlah yang membuat kami begitu. Aku selalu berpikir inilah keadaan terbaik yang diberikan Allah padaku karena jika aku bertemu dengannya, yang ada hanya kesalahan yang akan aku perbuat seperti zina mata, zina hati dll, astagfirullah ya Allah.
Tapi kadang hati ini berontak ketika rasa rindu telah memuncak. Yang bisa kulakukan hanyalah berlari menuju Ridho illahi agar Allah memperkenankanku bertemu dengannya. Dalam setiap sholatku, sujudku, doaku selalu ku minta dia pada Allah sebagai bukti bahwa aku begitu menginginkannya. Ini benar-benar cinta pertama yang membuat aku gila.
***
Pagi ini aku berencana untuk menghadiri reuni yang diadakan teman-temanku SD. Hatiku kacau, jantungku berdegup kencang karena ku sadar bahwa aku akan bertemu dengan Arzha setelah sekian lama kita tidak pernah ketemu.
Setelah aku sampai di tempat undangan reuni, kudapati beberapa temanku sudah datang tapi tak kudapati Arzha ada di sana, ”ah mungkin dia datangnya terlambat”, pikirku mencoba berpositif thinking. Setelah sekian lama, temanku pun mengecek kami, para tamu undangan atau teman-teman sendiri. Ternyata ada beberapa temanku yang tidak hadir dan salah satunya adalah Arzha, hatiku mulai gelisah, aku bingung apa yang harus aku lakukan agar Arzha bisa datang pada acara itu, aku tak tahu dan sungguh aku tidak tahu. Harapanku yang begitu besar untuk bertemu Arzha kandas sudah.
Setelah sekian lama berpikir, akhirnya aku mendapatkan ide. Aku meminta Ahmad untuk menjemput Arzha ke rumahnya, karena rumah Arzha dan tempat itu tidak begitu jauh, Ahmad pun berangkat menuju ke rumah Arzha. Beberapa saat kami menunggu Ahmad dan Arzha, akhirnya Ahmad datang juga. Tapi ia tidak bersama dengan Arzha. Kata Ahmad, Arzha nggak bisa datang ke acara itu dikarenakan Arzha sedang menghadiri acara lain.
Deg... jantungku serasa berhenti berdetak, tenggorakanku serasa tersekat oleh sesuatu, aku lemas, harapanku untuk bertemu dengan Arzha pupus sudah, benar-benar tidak ada harapan, kupikir lewat acara reuni inilah aku bisa bertemu dengannya, tapi sekarang dia nggak datang. Ya Allah, aku yakin inilah yang terbaik untukku saat ini.
Akhirnya aku nikmati setiap momen dalam acara reuni itu tanpa Arzha, walaupun terasa ada yang kurang, tapi aku tidak boleh berlarut-larut dalam kekecewaanku. Toh sekarang aku juga sedang bersama teman-temanku yang lain. Aku berusaha untuk tetap gembira karena aku sadar akan pentingnya waktu. Waktuku tidak boleh habis hanya untuk kesedihan. Ku ikhlaskan apa yang terjadi denganku pada Allah. Aku ridho dengan keputusan Allah hari ini.
Tapi tiba-tiba ketika hatiku ikhlas akan ketidakdatangan Arzha, kudengar ada suara motor mendekati tempat itu dan tidak lama kemudian kudengar pula suara teman-temanku memanggil sebuah nama,
”Arzha...”
”Hai...” sapa Arzha
”Kok baru datang? Dari mana saja kamu?” tanya Erix yang mempromotori acara ini.
” Maaf tadi aku ada urusan lain, kamu sih ngasih undangannya dadakan”
” Maaf juga Zha, soalnya ide untuk ngadain acara ini juga dadakan”
Arzha segera bergabung dengan kami, jantungku pun mulai berdetak dengan ketidakteraturannya lagi. Ya Allah aku ingin menangis, aku menangis karena kasihMu, sayangMu, dan cintaMu untukku. Ternyata satu pelajaran yang bisa saya petik dari sini adalah ketika kita ridho dengan Allah, Allah pun akan ridho dengan kita, yang kita butuhkan hanya ikhlas seperti apa yang pernah dinasehatkan pak Awan padaku, ikhlas dengan segala ketentuan Allah.
Kami pun bercanda tawa bersama seperti halnya ketika kami duduk di bangku SD dulu, benar-benar kita seperti bernostalgia. Berbagai kenangan masa kecil kita ceritakan ulang yang semua itu menimbulkan gelak tawa kami, sungguh masa SD yang sangat menyenangkan.
Aku heran dengan diriku sendiri, ketika aku jauh dari Arzha, perasaan cintaku sungguh menggebu-gebu. Tapi ketika kami berdekatan, aku nggak berani melakukan apapun padanya walau hanya sekedar menanyakan sesuatu. Seperti saat ini, aku benar-benar terdiam dihadapannya. Tapi sempat ku lihat dia sedikit memberikan perhatiannya untukku. Dari acara itu semakin ku tahu tentang dirinya, ternyata dia begitu kaffah dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah, dia bisa menjaga mulutnya dari ghibah, matanya dari zina mata dll. Subhanallah, Arzha benar-benar membuatku terseret ke belakang dikarenakan diriku yang sepertinya terasa jauh untuk menjadi orang seperti dia. Berarti aku harus siap-siap untuk patah hati.
Selepas acara reuni itu, aku merasakan diriku seperti manusia yang tanpa arti. Sungguh aku tak berguna, tak layak untuknya, padahal aku benar-benar mengharapkannya. Aku benar-benar patah hati untuk saat ini. Tidur nggak nyenyak, makan nggak enak bahkan makanan serasa ampelas dan yang lebih parahnya lagi bahwa cerita humor serasa cerita misteri.
Hari-hariku kuhabiskan dengan lamunan dan air mata, ya Allah apa yang sedang aku lakukan?, ku sia-sia kan waktu yang kau beri untukku. Tapi untungnya Allah mengirimkan pertolonganNya dengan hadirnya teman-temanku yang baik. Mereka selalu menghiburku, memberiku semangat, mengajakku bercanda tawa hingga akhirnya mereka mengatakan sesuatu padaku yang membuatku bangkit, yaitu ”cukupkan dirimu dengan ridho Allah, jika Dia jadi kekasihmu, maka semuanya akan jadi kekasihmu”
Kemudian aku percaya bahwa dengan ridho Allah, aku pasti bisa mendapatkan apa yang aku inginkan, yang harus aku lakukan adalah PDKT atau pendekatan. Tapi bukan PDKT dengan Arzha atau orang tuanya, melainkan PDKTnya sama Allah. Dan tak lupa untuk selalu berdoa dan percaya dengan kuasa serta janji Allah seperti yang Allah firmankan dalam Q.S. Al-Mu’min : 60, yang isinya ” Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku perkenankan bagimu”
***
Tidak seperti biasanya sore itu bunda menyuruhku untuk mengantar kue bikinan bunda ke rumahnya pakdhe Permana. Kebetulan saat itu mbak Nurna juga ada di rumah. Kami pun berbincang-bincang di teras belakang. Banyak hal yang kami obrolkan, hingga sampailah kami pada topik tentang Arzha, aku nggak tahu kenapa mbak Nurna bisa menanyakan hal tersebut, ”apa yang saya pikirkan tentang Arzha?” dan hal itu membuatku gugup. Sepertinya mbak Nurna mengetahui perasaanku pada Arzha.
Secara kebetulan juga, tiba-tiba Arzha dan keluarganya datang ke rumah pakdhe Permana sore itu. Ternyata ia hendak berpamitan dan meminta doa restu pada keluarga pakdhe permana untuk melanjutkan kuliah di Al-azhar, Kairo. Aku yang mendengar obrolan mereka dari dalam rumah langsung syok. Aku tak mengira aku akan berpisah jauh dengan Arzha. Mengetahui keadaanku saat itu, mbak Nurna mengajakku keluar menemui Arzha. Arzha juga kaget melihatku di rumahnya pakdhe permana. Ia pun juga berpamitan padaku akan kepergiannya. Dan aku hanya bisa mengatakan ”iya...”. Karena aku tak kuasa untuk menahan kesedihanku yang mendadak tersebut, ku langsung berpamitan untuk pulang dan mencurahkan semua air mata yang sedari tadi berdesakkan untuk minta dikeluarkan. Sesampai di rumah, mbak Nurna meneleponku dan berkata ”kamu tadi kenapa dek? Kalau memang tak rela Arzha pergi, kenapa kamu bilang iya tanpa mengatakan perasaanmu padanya?”
”aku tak punya kuasa apa-apa mbak... aku bukanlah siapa-siapa, hanyalah teman sewaktu kecil yang sebentar lagi akan dilupakan. Lagi pula keputusannya bukanlah keputusan yang buruk baginya, tak mungkin ku membiarkan egoku menghalanginya untuk mencapai apa yang menjadi mimpinya” jawabku dengan tenang tapi pasti, walau air mata masih belum berniat untuk berhenti keluar.
***
Di pagi yang cerah ini dengan mantap kulangkahkan kakiku menuju gedung bertingkat yang menjulang tinggi, yang tidak lain adalah kampusku. Hari ini aku mulai menjadi mahasiswa. Walaupun tidak satu universitas dengan Arzha, tapi aku sudah sangat bahagia karena teman-teman kuliahku pun baik-baik dan menyenangkan. Mereka selalu bisa membuatku gembira dan bahagia serta tak lupa pula mereka selalu mengingatkanku agar menjadi hamba Allah yang baik.
Detik demi detik berlalu, hingga menit, jam, hari, minggu, bulan bahkan tahun pun mulai berlalu juga. Tak terasa sudah empat tahun aku menjadi mahasiswa di salah satu universitas besar di kotaku. Sudah empat tahun juga Arzha pergi meninggalkan tanah air, meninggalkan sebuah hati yang tanpa ia sadari tengah menunggunya. Dalam empat tahun ini aku berusaha untuk menjadi mahasiswa yang terbaik sehingga bisa lulus tepat waktu. Alhamdulillah usahaku tidak sia-sia, esok hari aku akan dinobatkan untuk menjadi sarjana pendidikan. Suatu mimpi yang akhirnya bisa ku raih dengan kerja keras dan doa.
Ketika malam syukuran wisuda di rumahku, pakdhe permana memberiku selamat seraya mengatakan ”selamat ya nak, ternyata kamu sudah besar, sudah sarjana. Sama dengan keponakan pakdhe yang namanya Arzha, tahun depan ia akan langsung menikah sepulangnya dari kairo, hmm padahal dulu kalian masih kecil-kecil semua, sekarang sudah jadi orang. Pakdhe bangga padamu”. Kata-kata pakdhe Permana sungguh mengejutkan di suasana suka cita itu, langit yang cerah berganti dengan mendung yang tak tertahankan untuk hujan. Aku melirik pada mbak Nurna ingin meminta kebenaran. Tapi mbak Nurna hanya menundukkan kepalanya karena tak tega melihatku, ia tak sanggup melihatku yang mulai tak bisa tersenyum dengan tulus.
Akhir dari wisuda berjalan dengan kehampaan hati, dalam keputus asaanku menghadapi takdir cinta dari Tuhan membuat mbak Nurna menemaniku di tengah kesibukannya menjadi ibu rumah tangga. Hingga pada suatu sore,
”mbak, apakah wanita seperti aku memang tidak layak untuk mendapatkan lelaki seperti Arzha? Apakah karena aku bukan lulusan dari Al-azhar? Apakah selama ini aku bukanlah hamba Allah yang baik? apakah aku bukan wanita yang bisa menjaga kehormatanku? Lalu apakah, apakah dan apakah? Apakah yang harus aku lakukan mbak?” tanyaku dalam keputus asaan.
”dek, kadang kita meminta setangkai bunga yang indah tapi Dia memberikan kaktus yang berduri, kita meminta kupu-kupu tapi diberi ulat. kita pun bersedih & kecewa, namun kemudian kaktus berbunga indah & ulat pun jadi kupu-kupu yang cantik, inilah jalan Allah, indah pada waktunya, Allah tidak memberi apa yang kita harapkan, tapi Dia memberi apa yang kita butuhkan, kadang kita kecewa, sedih, terluka, berburuk sangka, tapi jauh diatas segalanya Dia sedang merajut yang terbaik dalam kehidupan kita”. Ucapan mbak Nurna mampu membuat hatiku damai sedamai pelangi di sore hari dalam menghadapi cobaan perasaan yang Allah anugrahkan. Aku terdiam pertanda aku paham dengan keadaan. Keadaan sebagai hamba Allah yang lemah untuk selalu bertawakal terhadap apapun keputusannya.
Setelah itu, ku mulai menghadapi hari-hariku sebagai abdi pendidikan dengan penuh rasa syukur. Salah satu prinsip hidupku, menikmati apa yang aku lakukan, mensyukuri apa yang aku dapati, tetap berjalan di rel yang benar serta membiarkan takdir Tuhan yang berlaku. Tapi walaupun begitu, tak pernah lelah mulut ini, hati ini dan pikiran ini untuk selalu memohon keajaiban dari Tuhan untuk mngizinkan aku berjodoh dengan Arzha meski terlihat tidak mungkin.
Setiap hari aku hanya disuguhi dengan pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang di sekelilingku yang membosankan sekaligus merusak keyakinanku akan janji Tuhanku. Yaitu kapan aku akan menikah? dengan siapa aku menikah? Kenapa aku begitu setia menunggu Arzha yang sudah jelas juga akan menikah? Kenapa aku begitu bodoh? dan lain-lain. Ketika aku harus dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan tegas aku akan menjawab ”bodohkah aku jika aku percaya dengan janji, kuasa, dan Mukjizat Allah?. Dengan nama Allah aku ingin tetap menunggunya datang padaku dan menjadikan aku halal baginya. Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Allah Maha mengabulkan doa dan Maha menepati janji. Jadi Allah pasti akan mengabulkan doaku dan memberiku yang terbaik, masih banyak lagi Nama Allah yang agung dalam asmaul husnaNya sehingga aku yakin kalau apa yang aku usahain tidak akan sia-sia, seandainya besok aku nggak mendapatkannya pun aku yakin itu yang terbaik”
***
”ya Allah, Tuhanku yang maha sempurna, Tuhan yang jiwa dan hatiku berada dalam kuasaMu. Hamba menyadari sesadar-sadarnya jika hamba hanyalah manusia yang lemah dan tak punya kuasa apa-apa, maka dari itu Tuhan, dengan segala kerendahan hati hamba mohon dengan sangat, izinkan hamba berjodoh dengan Arzha, menjadi pelipur laranya disaat duka, menjadi permaisuri di rumahnya, serta menjadi ibu dari anak-anaknya. Walau jodoh hamba sudah Engkau tetapkan sejak hamba dikandung badan, perkenankan hamba untuk tidak mendahului takdir. Hamba masih percaya akan kuasamu, tak sulit bagimu untuk menjodohkan hamba dengan Arzha, terlalu mudah bagiMu ya Allah, terlalu mudah... lebih mudah daripada membalikkan telapak tangan. Hamba mohon ya Allah, hamba mohon, sungguh hamba mohon, dengan sangat hamba memohon” tangisku di sepertiga malam terakhir dalam perjumpaanku dengan sang penguasa hati.
Esok harinya keluarga besar Arzha akan menjemputnya dari bandara, termasuk keluarga pakdhe Permana. Sempat mbak Nurna mengajakku, tapi aku enggan untuk berhadapan dengannya jika akhirnya hanya menyisakan tangis tak rela.
Tapi sore harinya ada satu pesan singkat di hand phoneku dengan nomor tak di kenal mengatakan ”wahai hamba Allah yang dikasihiNya, jika engkau percaya dengan janji Allah, datanglah ke taman dekat sekolah. Aku menunggumu atas izin Allah”. Suatu pemikiran yang bodoh jika aku sampai menuruti perintah dari sms yang tak dikenal itu. Tapi Allah berkehendak lain, Ia membimbing hatiku untuk pergi ke taman sore itu. Sore yang cerah, memang. Tapi tak secerah hatiku kala itu. Dengan penuh harap aku datang ke taman yang mulai ramai dikunjungi banyak orang, tapi tiba-tiba ku dengar ada orang yang memanggilku di antara suara orang-orang, aku menoleh dan tak percaya dengan apa yang aku lihat. Di depanku berdiri Arzha dengan penuh kharismanya, dan juga berdiri di sampingnya seorang wanita yang sudah lama aku kenal, tak lain adalah mbak Nurna. Setelah berbasa-basi sekedarnya, smpailah kami pada obrolan yang lebih serius.
”selamat ya zha, kamu sudah mau menikah” kataku mencoba tegar
”iya, terima kasih”
”oya, tadi yang mengirimiku sms kamu ya?”
”he’e” jawabnya singkat
”ada apa? Kok kayaknya serius banget?”
”bukan apa-apa sih, cuma tadi ada yang bilang, kalau ada orang yang mau mengatakan sesuatu padaku...”
”siapa? Mau bilang apa?” tanyaku mulai bingung
”kamu nggak ingin mengatakan sesuatu padaku?”
”mengatakan apa?” kataku pura-pura nggak tahu, hatiku mulai berdebar.
”oh, ya udah kalau nggak mau bilang, mbak Nurna kita pulang yuk, habis ini kan kita masih ada acara lain” kata arzha pada mbak Nurna yang terdiam sedari tadi. ”kita pulang dulu ya Asma, maaf kalau sudah ganggu waktumu”
Sekali lagi aku hanya bisa bilang ”iya” dan mbak Nurna menoleh ke arahku dengan ekspresi kecewa. Tapi sebelum Arzha melangkah semakin jauh, bibir ini secara spontan berteriak memanggilnya, ”Arzha...”, Arzha menoleh,
”zha ehmm, aku ingin mengatakan sesuatu padamu” kataku dan Arzha pun menghentikan langkahnya. ”sebagai temanmu aku ingin mengucapkan selamat buatmu. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Wanita itu pasti wanita yang beruntung”
”oh... terima kasih asma, semoga wanita itu memang beruntung, tapi sepertinya ia tidak menyadari keberuntungannya” balas Arzha segera berlalu.
Aku tidak percaya dengan apa yang aku katakan, sungguh aku begitu bodoh telah membohongi perasaanku sendiri, ya Allah ampuni aku. Setelah itu aku tak berani untuk langsung pulang ke rumah, aku ingin mampir ke rumah Allah yang ada di dekat taman tersebut untuk meminta ampun seribu ampun, tapi inilah aku manusia yang tak berdaya.
Sesampai di rumah, kulihat rumahku begitu ramai oleh keluargaku. Banyak pula saudara-saudara yang datang, ternyata baru saja ada satu keluarga yang meminangku. Budhe Permana menghampiriku ketika dilihatnya aku sudah sampai di rumah. Dia mengatakan ”budhe nggak menyangka kalau keponakan-keponakan budhe akhirnya bisa bersatu, selamat ya Asma”, sesuatu yang mengagetkan bahwa yang meminangku adalah Arzha dan keluarganya. Ya Allah, terimakasih... terimakasih Tuhan, sontak saja aku langsung bersujud syukur kepada Allah yang Esa yang tak pernah mengingkari janjiNya.
Ternyata yang merencanakan semua ini adalah mbak Nurna, karena ia menyadari kalau sepupunya mempunyai perasaan dengan sepupunya yang lain. Diam-diam mbak Nurna menceritakan perasaanku pada Arzha yang saat itu sedang menuntut ilmu di Kairo. Mbak Nurna ingin memberikan pelajaran untukku agar aku berani jujur tentang perasaanku pada Arzha, tapi ternyata aku gagal. Meski begitu mbak Nurna salut akan keikhlasanku pada Arzha. Dan Arzha pun ternyata juga menaruh hati padaku semenjak kami masih kecil, ketika kami belum memahami apa itu jodoh dan apa itu takdir.
Sungguh janji Allah benar adanya asal kita tidak berputus asa dari rahmatnya. Akhirnya keluarga bahagia pun terjalin antara Asma dan Arzha atas penantian cinta yang bertahun-tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar